Tampil Jadi Mediator Gencatan Senjata India-Pakistan: Trump ‘Adu Domba’ BRICS?


Secara mengejutkan, India-Pakistan sepakat melakukan gencatan senjata (10/5/2025) setelah India mulai melancarkan serangan rudal (7/5/2025) ke beberapa wilayah Pakistan buntut dari insiden penembakan di Pahalgam—seperti yang telah kami beritakan di sosial media Konstantinesia seminggu lalu—. Menariknya, setelah 3 hari saling serang, gencatan senjata tercapai dan berita ini disampaikan langsung oleh Amerika Serikat melalui Trump. Tapi benarkah ini murni dorongan kemanusiaan—atau justru langkah strategis untuk mengguncang solidaritas BRICS?

Lahirnya Pakistan dan India menjadi 2 negara setelah ‘angkat-kakinya’ koloni Inggris, yang membagi keduanya karena sengketa agama antara Hindu dan Islam. Pasca kemerdekaan keduanya pada 1947, India dan Pakistan terlibat konflik perbatasan yaitu Kashmir. Demi potongan wilayah Kashmir, kedua negara telah melalui 3 perang besar. Mengapa demikian? Karena Kashmir dihuni oleh populasi muslim namun dipimpin oleh Hindu. Tidak hanya sebatas isu identitas nasional maupun kedaulatan, juga karena kekayaan alamnya, kedua negara sama-sama menginginkan Kashmir ‘sepenuhnya’. 

Secara Geografi, India berbatasan langsung dengan China dan sebagian wilayah Kashmir pun diklaim China. Dengan demikian, Kashmir menjadi isu geopolitik ketiga negara. Hubungan India dan China pada awalnya mesra, mengingat India adalah salah satu negara paling awal yang mengakui kedaulatan Tiongkok. Namun, China dengan doktrin nasionalnya mengklaim Tibet (1950) saat itu, belum ada secara jelas otoritas antara kedua negara yang mengatur Tibet— dan ini menjadi ‘kebiasaan’ dari China yaitu, mengklaim wilayah tertentu (yang terbaru adalah klaim China atas Laut China Selatan). 

islamtoday.id

Bagaimana dengan Pakistan? Beberapa hari terakhir, otoritas Pakistan memberi pernyataan bahwa pihaknya telah menjatuhkan 5 Jet tempur India yang dikabarkan kelimanya adalah buatan China. Diketahui, China juga sedang menanam investasi strategis bersama Pakistan melalui Koridor Ekonomi China-Pakistan atau CPEC. Menurut para pakar, dalam ketegangan ini–praktis China adalah sekutu utama Pakistan. Menyusul setelahnya Turki dan Azerbaijan yang sama-sama memiliki agenda militer bersama Pakistan. Perlu diingat juga Erdoğan beberapa waktu lalu, melakukan lawatannya ke Pakistan setelah kunjungan ke Malaysia dan Indonesia. 

Menjadi Negosiator Perdamaian: Apa motif AS sebenarnya?

Beberapa tahun terakhir, dominasi dollar dilemahkan dengan lahirnya BRICS. Sebuah aliansi kerjasama strategis untuk menentang dominasi barat yang awalnya beranggotakan 5 negara (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) kini menjadi 10 negara (Mesir, Ethiopia, Uni Emirat Arab, Iran, dan Indonesia). Bisa kita lihat Rusia yang masih berkonflik dengan Ukraina dan China yang menjadi mitra strategis dan sekutu potensial Pakistan serta hubungan bilateral yang kurang baik dengan India sebagai sesama anggota BRICS, tentunya ini melemahkan posisi BRICS secara global.

Donald Trump di awal jabatannya sebagai Presiden, layar gawai kita selalu diramaikan dengan saling balas tarif dagang antara AS dan China setelah Trump mengeluarkan tarif pajak terbaru. Meski dinilai akan terjadi reset total hubungan dagang, diskusi yang dilakukan selama hampir sebulan, belum menemukan hasil akhirnya. Sebagai dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, penting bagi keduanya bergulat mendominasi dan memperkuat pengaruhnya. 

Dan posisi Trump yang mendorong gencatan senjata antara India dan Pakistan, bisa dibaca sebagai batu loncatan diplomatik untuk memperkuat posisi AS dalam konflik Rusia–Ukraina. Bukan hanya soal perdamaian, AS memiliki kepentingan besar di balik konflik tersebut—dari mengamankan pengaruhnya di Eropa Timur, melemahkan dominasi energi Rusia, hingga membuka pasar bagi gas alam cair (LNG) dan industri militernya sendiri. Jika AS tampil sebagai penentu akhir dalam perang Ukraina, maka itu tak hanya akan menekan Rusia secara ekonomi dan geopolitik, tapi juga memperkuat cengkeramannya atas pasar energi Eropa dan membuktikan bahwa kekuatan global tetap bertumpu pada Washington.

Dari konflik India-Pakistan, ketegangan bilateral India-China sebagai sesama anggota BRICS juga Perang Rusia-Ukraina berlarut-larut dapat merusak aliansi BRICS, dan akan menjadi kumpulan negara problematik yang tidak kompak. Aliansi yang didirikan untuk menentang dominasi barat ini justru dihadapkan pada posisi yang bisa dimanfaatkan AS untuk berbalik melemahkan pengaruh aliansi ini di mata global. 



1 Komentar

  1. Belajar nulis lagi deh, editor jg kerja yg bener

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak