Sebagai mahasiswa yang berkuliah di Turki, ada banyak sekali privilege yang bisa kita manfaatkan selama masa studi. Salah satunya adalah kesempatan untuk mengikuti program Erasmus+, yang merupakan program pendidikan dan pelatihan kepemudaan yang diinisiasi oleh Uni Eropa. Meskipun Turki belum menjadi anggota Uni Eropa, namun Turki saat ini berstatus sebagai candidate country, sehingga tetap mendapatkan akses luas dalam berbagai bentuk kerja sama, termasuk partisipasi dalam program Erasmus+ dan kegiatan bermanfaat lainnya.
Erasmus+ menawarkan beragam kegiatan bagi pemuda, khususnya pelajar di wilayah Uni Eropa. Kegiatan tersebut mencakup proyek lingkungan, program volunteering kepemudaan, magang, penelitian, hingga pertukaran pelajar. Dalam lingkup universitas, setidaknya terdapat dua kesempatan utama yang bisa dimanfaatkan, yaitu beasiswa pertukaran pelajar dan program magang di Eropa.
Pada tulisan ini, penulis akan membagikan pengalaman pribadi sebagai penerima beasiswa pertukaran pelajar Erasmus+ di salah satu universitas di Hongaria. Oleh karena itu, fokus utama tulisan ini terdapat pada sudut pandang program pertukaran pelajar, bukan program magang.
Hampir setiap universitas di Turki memiliki Memorandum of Understanding (MoU) dengan berbagai universitas di wilayah Uni Eropa. Kerja sama ini memungkinkan pengiriman mahasiswa ke mitra universitas setiap semesternya melalui program Erasmus+. Salah satu keunggulan dari program ini adalah sistem seleksi yang inklusif—tanpa memandang ras, agama, maupun kewarganegaraan. Selama ia berstatus sebagai mahasiswa aktif di universitas terkait, maka ia memiliki peluang yang sama besarnya untuk mengikuti program ini.
Pada umumnya, terdapat dua kriteria utama dalam proses seleksi: Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dengan skor minimal 2,2 dari skala 4,0 dan nilai tes bahasa Inggris yang memadai. Namun demikian, syarat dan tingkat kompetitif dapat berbeda-beda, tergantung kebijakan masing-masing kampus dan jumlah kuota yang tersedia. Peluang besar inilah yang membuat Erasmus+ menjadi kesempatan yang wajib dimanfaatkan oleh mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Turki.
Lalu, bagaimana sih, keseharian sebagai mahasiswa Erasmus+ di Eropa?
![]() |
Sumber: ied.edu |
Menjadi mahasiswa Erasmus+ merupakan kesempatan berharga untuk mendapatkan pengalaman yang benar-benar berbeda. Berada dalam satu kelas bersama pelajar dari berbagai negara, menjalani kehidupan akademik di lingkungan Eropa, serta mengikuti berbagai kegiatan yang ditawarkan oleh Erasmus+, dapat memberikan kita perspektif yang lebih luas—hal yang mungkin tidak sepenuhnya kita dapatkan di Turki.
Erasmus+ sendiri, selain berfokus pada program pendidikan, juga berperan sebagai sarana pengenalan budaya di kawasan Eropa. Melalui mobilitas pemuda—khususnya mahasiswa—program ini mendorong peserta untuk mengenal dan memahami budaya serta kehidupan sosial di negara tempat mereka menempuh studi. Tujuan utamanya adalah memperkuat integrasi antar negara di Uni Eropa melalui interaksi lintas budaya. Oleh karena itu, selain kegiatan belajar mengajar di kelas, umumnya terdapat beragam kegiatan di luar kampus seperti pengenalan budaya, tur antarnegara, hingga berbagai kegiatan sosial dan rekreasi. Di banyak kota lain, acara ini dikoordinasikan oleh Erasmus Student Network. Sedangkan di Budapest sendiri, kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Erasmus Life Budapest (ELB) yang mencakup berbagai acara seperti pesta, tur jalan-jalan di dalam kota, maupun perjalanan ke luar negeri. Semua ini bertujuan untuk menjadikan pengalaman satu semester atau satu tahun sebagai mahasiswa Erasmus+ menjadi kenangan yang tak terlupakan seumur hidup.
![]() |
Sumber : campusfrance.org |
Dari pengalaman penulis, mahasiswa Erasmus+ umumnya memiliki jadwal yang lebih longgar dibandingkan mahasiswa yang berkuliah penuh waktu (full-time student) di kampus tujuan. Kami juga biasanya tidak menghadapi beban akademik dan tekanan seberat mereka, terutama saat menghadapi ujian akhir semester. Bahkan beberapa mahasiswa Erasmus+ telah menyelesaikan seluruh rangkaian studinya sejak minggu kedua bulan Mei, karena tidak mengikuti ujian umum yang diperuntukkan bagi mahasiswa reguler. Kondisi ini membuat kami memiliki lebih banyak waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal, termasuk menjelajahi kota dan negara lain di sekitar Eropa.
Yups, jalan-jalan keliling Eropa tentu menjadi bagian tak terpisahkan untuk mahasiswa Indonesia yang mengikuti program Erasmus+. Sebagai pelajar yang menempuh studi di wilayah Uni Eropa, kita akan mendapatkan Visa Schengen yang memungkinkan perjalanan lintas negara ke hampir semua negara di Eropa. Saat ini, terdapat 29 negara yang tergabung ke dalam Schengen Area, yang artinya ada puluhan negara Eropa yang bisa dikunjungi dengan visa tersebut.
Durasi program Erasmus+ yang relatif singkat membuat pesertanya—terutama pelajar dari Indonesia—berusaha untuk memanfaatkan waktu yang ada dengan melakukan eksplorasi sebanyak mungkin. Tak heran jika mahasiswa Erasmus+ di Eropa sering disebut sebagai Full Time Traveler, Part Time Student. Ungkapan ini bukan tanpa alasan. Kesempatan untuk tinggal dan belajar di Eropa tidak datang dua kali bagi semua orang. Selama kewajiban akademik tetap dijalankan dengan baik, menjelajahi berbagai negara di Eropa sah-sah saja, bahkan dianjurkan.
Bagaimana Sobat Miko, makin tertarik jadi mahasiswa Erasmus+?
Penulis: Ahmad Syah Alfarisi
Editor: Muhammad Tsabbit Aqdam