Budaya keilmuan di Turki tidak dapat dipandang remeh. Negara ini memiliki budaya membaca sangat kuat, tercermin dari keseriusan pemerintah membangun fasilitas perpustakaan megah, seperti Cumhurbaşkanlığı Millet Kütüphanesi di Ankara, yang dikunjungi rata-rata hingga 5.000 orang per hari. Festival buku tahunan, subsidi besar untuk penerbitan buku, dan antusiasme masyarakat yang ramai datang ke perpustakaan, menjadi bukti nyata komitmen Turki terhadap literasi.
Selain itu, budaya keilmuan literatur di kampus juga sangat kuat. Setiap memulai semester baru dengan mata kuliah yang berbeda, dosen akan selalu membawa beberapa rekomendasi buku dasar yang harus dibaca di mata kuliah tersebut. Selain itu, setiap dosen juga memiliki perpustakaan pribadi di ruangan masing-masing.
Dari budaya literasi yang kaya dan menarik ini, seharusnya menjadi peluang emas bagi pelajar atau mahasiswa Indonesia di Turki. Sayangnya, banyak dari pelajar atau mahasiswa Indonesia ini umumnya menghindari literatur berbahasa Turki. Bagi mereka yang membaca literatur Turki pun biasanya hanya karena kewajiban mata kuliah, ujian dan tugas dari dosen. Padahal, literatur Turki juga memiliki banyak ilmu dan hikmah yang bisa diambil dan akan menjadi nilai inti sebagai alumni Turki, misalnya dari karya filsafat barat hingga sejarah Ottoman.
Ada beberapa alasan pelajar atau mahasiswa Indonesia di Turki menghindari literatur bahasa Turki. Seringnya disebabkan kemampuan bahasa Turki yang minim, membuat pembaca tidak nyaman untuk berlama-lama dengan buku tersebut. Ada juga yang belum terbiasa membaca buku berbahasa Turki, di luar kebutuhan akademik. Kemudian alasan lain, kurangnya pemahaman tentang pentingnya membaca literatur bahasa Turki, guna memperdalam pemahaman budaya dan sejarah Turki, yang sebenarnya bisa menjadi modal berharga saat kembali ke Indonesia.
Jika nantinya lulus dari Turki ingin memberikan warna untuk dunia akademik yang ada di Indonesia, maka menurut saya, pelajar atau mahasiswa Indonesia di Turki harus lebih banyak membaca literatur berbahasa Turki, berdiskusi dengan komunitas setempat, dan mengikuti kegiatan-kegiatan keilmuan dengan orang-orang Turki. Jika terlalu sering berkumpul hanya dengan sesama orang Indonesia di rumah, kampus atau bahkan di kelas, maka, bagaimana mungkin kemampuan bahasa Turki dapat meningkat dan bisa membaca bacaan literatur Turki?!
![]() |
Source: Instagram Mecra Kitap |
Dalam tulisan ini, salah satu bahan bacaan menarik yang ingin saya rekomendasikan untuk pelajar atau mahasiswa Indonesia di Turki adalah buku Ibrahim Kalın yang berjudul “Gök Kubbenin Altında” atau “Di bawah Cakrawala Langit.” Berbeda dari buku-buku Kalın lainnya yang ditulis dalam kesendiriannya di kantor, perpustakaan atau tempat kerjanya. Buku ini merupakan transkrip dari Talkshow dengan Ibrahim Kalın di program YouTube My Mecra, “Kendi Gökkubbemiz” yang dikumpulkan ke dalam bentuk buku.
Buku Ibrahim Kalın biasanya sukar untuk dibaca, apalagi bagi seorang yang baru belajar bahasa Turki, karena pembahasannya yang begitu dalam dengan diksi bahasa Turki lama atau bahasa Turki Usmani (Osmanlıca). Sehingga kata-katanya jarang ditemukan di buku-buku bahasa Turki modern.
Ibrahim Kalın sendiri merupakan mantan kepala Penasehat dan Juru Bicara Presiden Recep Tayyip Erdoğan, dan sekarang menjabat sebagai ketua Milli İstihbarat Teşkilatı (MİT) atau kepala Badan Intelijen Negara Turki. Selain bekerja sebagai birokrat, ia juga merupakan penulis dan akademisi yang pernah mengajar di berbagai negara seperti universitas Georgetown, Ahmed Yasawi Kazakhstan, Ibnu Khaldun, Bilkent dan Teknologi Turki-Jepang.
Gök Kubbenin Altında membahas tema-tema besar, seperti tentang refleksi Kalın mengenai konsep dasar manusia dan alam, bumi dan langit, dunia dan akhirat, bahasa dan pemikiran, hati dan akal, individu dan masyarakat, islam dan barat, budaya dan seni, modernitas, agama dan ilmu pengetahuan. Semua pembahasan di buku ini dibungkus dalam format tanya jawab, sesuai dari hasil Talkshow di youtube. Oleh karena itu, bahasa yang dipakai juga bahasa yang lebih modern, agar mudah dipahami oleh audiens dan ini menjadi alasan buku ini sangat direkomendasikan.
Semua pembahasan di buku ini sangat menarik, akan tetapi menurut saya ada pembahasan yang paling menarik yaitu di bagian 13 yang berjudul “Kütüphanesiz bir ev tahayyül edemiyorum” (Tak dapat kubayangkan sebuah rumah tanpa perpustakaan). Di bagian ini, Ibrahim Kalın membahas tentang awal mula kecintaan dan hubungannya dengan buku, pentingnya perpustakaan bagi individu sampai negara, budaya membaca di Turki dan cara memandang perpustakaan dengan baik dan benar.
Dalam bagian ini, ada beberapa poin yang menurut saya sangat menarik untuk direnungkan terkait buku dan perpustakaan. Ketika ia ditanya tentang mengapa harus membuat perpustakaan sendiri, sedangkan buku-buku tersebut telah ada di perpustakaan umum, Kalın menjawab dengan kalimat yang sopan tanpa merendahkan. “Pastinya menggunakan perpustakaan umum adalah sesuatu yang baik. Akan tetapi, seorang pecinta buku dan ilmu, saya pikir bahwa mereka harus memiliki perpustakaan pribadi.”
Ia juga bercerita bahwa semasa hidupnya, Kalın tidak pernah melihat seorang pun menyesal karena membeli buku. Akan tetapi, ia justru sering melihat banyak orang yang menyesal karena ketinggalan untuk membeli buku. Di dalam rumahnya selalu dipenuhi dengan rak buku dan sekeluarga tidak dapat membayangkan sebuah rumah tanpa perpustakaan.
Selain itu, Kalın juga memberikan tanggapan tentang buku elektronik yang sering dipakai saat ini. Ia menekankan bahwa internet dan sosial media tidak akan bisa menggantikan peran buku. Hal ini harus dilihat sebagai unsur pembantu yang saling melengkapi dan bukan sebagai sebuah alternatif. Karena dengan ilmu pun masih belum cukup, seseorang harus sampai pada derajat bijak dan hikmah, maka dengan begitu kita dapat mengetahui nilai dari sebuah ilmu.
Source: Anadolu Ajansı |
Di bagian ini juga, Kalın membahas sedikit tentang visi dari perpustakaan kepresidenan yang menjadi perpustakaan terbesar dan terlengkap di Turki. Ia mengatakan bahwa perpustakaan ini diharapkan dapat merubah gambaran masyarakat tentang perpustakaan, bahwa perpustakaan ini bukan hanya menjadi tempat penyimpanan koleksi buku, tetapi lebih jauh daripada itu, perpustakaan ini akan menjadi pusat kegiatan keilmuan, pameran, sejarah dan buku yang berkontribusi untuk masyarakat.
Selain buku Gök Kubbenin Altinda, masih banyak buku Ibrahim Kalın yang sangat direkomendasikan untuk dibaca, seperti İslam ve Bati, Akıl ve Erdem - Türkiye'nin Toplumsal Muhayyilesi, dan İslam, Aydınlanma ve Gelecek. Terakhir, saya ingin menutup tulisan ini dengan perkataan Ibrahim Kalın yang menyadarkan bagaimana peradaban kita.
“Bizim medeniyetimiz, bir kitap medeniyetidir,” (Peradaban kita adalah sebuah peradaban buku).
Penulis: Muh. Yusril Anam
Editor: Muhammad Rangga Argadinata